Sebuah berita interlokal dari Drs. M. Zamroni di Semarang, mengabarkan bahwa KH
Bisyri Musthofa wafat di Rumah Sakit Umum Daerah Semarang. Serangan jantung dan
tekanan darah tinggi ditambah gangguan pada paru-paru yang menyebabkan proses
kematiannya begitu cepat, hanya tiga hari saja. Musibah itu terjadi dua minngu
setelah meninggalnya KH Muhammad Dahlan, mantan Menteri Agama. Keduanya adalah
ulama besar, keduanya tenaga-tenaga penting dalam perjuangan. Kepergiannya
adalah suatu kehilangan amat besar. Yang patah memang bisa tumbuh, yang hilang
dapat terganti. Tetapi, penggati itu bukan lagi Bisyri
Musthofa…..!
Seminggu sebelumnya, di Jakarta, Bisri menyelesaikan
kebarangkatan puteranya ke Arab Saudi, melanjutkan sekolah ke Riyadh.
Menyelesaikan pula beberapa urusan dengan Majelis Syuro Partai Persatuan. Pulang
dari Jakarta terus ke Jombang untuk suatu urusan dengan Rois ‘Aam KH Bisyri
Syansuri. Sebenarnya telah terasa juga bahwa kesehatannya mulai terganggu, namun
dipaksakan juga untuk mengajar para santri dalam pondok pesantren yang
dipimpinnya di Rembang.
Selain
itu, Bisri masih juga dipaksakan untuk menghadiri harlah partai, karena tak
sampai hati menolak undangan mereka. Selesai menghadiri harlah partai, Bisri
benar-benar tak sanggup lagi untuk menghadiri beberapa undangan yang memang
padat direncanakannya sebelumnya.
KH Bisyri Musthofa memerintahkan
puteranya untuk memanggil dokter, suatu hal yang dirasakan agak luar biasa
karena beliau memang tidak biasa datang kepada dokter. Tekanan darahnya amat
tinggi, keletihannya yang menumpuk menyebabkan timbulnya komplikasinya demikian
berat hingga jantung dan paru-parunya tidak normal lagi. Kesanggupan tim dokter
telah sampai di batas kemampuan mereka sebagai manusia sekalipun mereka bekerja
keras. Allah SWT Maha Berkehendak lagi Maha Kuasa. Hari Rabu 16 Pebruari
menjelang waktu ‘Ashar, KH Bisyri Musthofa 64 tahun, dipanggil keharibaanNya
dalam husnul khatimah. Inna
lillaahi wa innaa ilaihi raji’un!
Disembahyangi lebih dari
duapuluh gelombangPak Idham Chalid Presiden Partai Persatuan
dan Ketua Umum PBNU menugaskan saya untuk mewakili DPP dan PBNU menghadiri
pemakaman KH Bisyri Musthofa di Rembang esok harinya. Rembang kota di mana Ibu
RA Kartini disemayamkan 73 tahun yang lampau, diliputi suasana mendung, kelabu
hujan air mata. Puluhan ribu rakyat Jawa Tengah dan Jawa Timur membanjiri bekas
ibu kota keresidenan itu dengan wajah-wajah murung menahan duka dan kesabaran.
Tanggul kesabaran itu tiba-tiba jebol begitu pekikan ratap tangis para santri
menyambut kedatangan mobil jenazah guru dan pemimpin mereka yang amat
tercinta.
Musholla di tengah pesantren itu tidak mungkin bisa menanpung
begitu banyak Umat Islam yang hendak menyembahyangkan almaghfurlah satu
gelombang, dua gelombang, tiga gelombang dan seterusnya hingga lebih dari
duapuluh gelombang jama’ah menyembahyangkan jenazah KH Bisyri Musthafa. Sejauh 1
km dari rumah kediaman menuju makam, jenazah itu dibiarkan diusung ribuan tangan
tanpa bandosa tertutup, Ummat seolah-olah hendak meyakinkan kepada dirinya bahwa
jasad yang membujur dalam kain kafan itu adalah benar-benar KH Bisyri Musthofa,
seorang mubaligh yang jika diatas podium, kata-kata mutiaranya itu mengikat
ratusan ribu hadirin hadirat menjadi satu, bukan lagi ratusan ribu manusia,
tetapi Cuma satu. Satu dalam asas, satu dalam akidah, dan satu dalam
tujuan.
Berpuluh-puluh ulama terkemuka, diantaranya KH Arwani dari Kudus,
KH Ali Ma’sum dari Yogyakarta, KH Alwi dari Magelang, KH Muntaha dari Wonosobo,
KH Sulaiman dari Purworejo, KH Ahmad Abdul Hamid dari Kendal, KH Muslih dari
Mranggen Semarang, dan masih banyak lagi yang memimpin doa, Surat Yasin dan
Tahlil yang diikuti oleh berpuluh-puluh ribu umat sepanjang jalan hingga ke
makam (kuburan).
Gubernur Jawa Tengah Suparjo Rustam melepas jenazah dari
Semarang, adapun Muspida setempat mewakili pemerintah daerah dalam upacara
pemakaman. Tak satupun ulama yang sanggup menyelesaikan pidato sambutannya
karena rasa haru yang mencekam menahan musibah dalam
kesabaran.
Profil seorang
mubalighSeorang orator, ahli pidato yang mengutarakan hal-hal
yang sebenarnya sulit menjadi begitu gamblang, mudah diterima oleh baik
orang-orang kota maupun desa. Hal-hal yang berat menjadi begitu ringan, yang
membosankan menjadi mengasyikkan, yang kelihatanya sepele menjadi amat penting,
begitulah jika diuraikan olah KH Bisyri Musthafa. Kritik-kritiknya mengenai
hal-hal fundamental, yang orang lain jarang yang sanggup mengungkapkannya. Akan
tetapi oleh KH Bisyri Musthofa dengan amat mudah diutarakan dalam senda gurau
yang menyegarkan. Pihak yang terkena tidak marah, karena disadarkan secara sopan
dan menyenangkan. Tidak terasa penat mengikuti pidato-pidatonya sekalipun sudah
berlangusung tiga jam.
Hadirin
yang terdiri dari berbagai golongan, penguasa, pemimpin masyarakat, ulama, orang
hartawan, pemuda, terpelajar, wanita, orang awam, masing-masing memperoleh
bagian yang mereka harap-harapkan dari pidato-pidato KH Bisyri Musthafa. Tone
(bunyi suaranya) dalam pidato sangat enak untuk didengar, berkumandang mengalun
naik dan turun mengikuti arti kalimat-kalimat yang diutarakan dengan jelas.
Bahasanya selalu dipilih secara baik tetapi amat mudah dimengerti, sopan dan
selalu menghindari kalimat-kalimat yang tajam apalagi kotor. Baliau seorang
sastrawan, tetapi tidak tele-tele, sasarannya terarah, dihiasi oleh irama baik
sya’ir maupun ayat-ayat Al-Qur’an dengan lagu yang indah mempesonakan. Ilmu
pengetahuannya memang banyak dan mendalam, pemandangannya luas dan pendiriannya
sangat teguh.
Memang KH Bisyri Musthofa seorang orator, profil seorang
mubaligh yang sempurna. Perawakannya yang besar, tinggi, dan gagah memang modal
utama karunia Allah untuk menimbulkan kesan meyakinkan tetapi
menyenangkan!
Musibah menjelang kampanye
pemiluKepergiannya amat dirasakan sangat berat justru masa
kampanye pemilu tinggal satu minggu. Sudah menjadi kebiasaan KH Bisyri Musthafa,
bahwa untuk bisa memenuhi keinginan sebanyak mungkin masyarakat yang mengundang
beliau untuk ceramah, pengajian, harlah, dan sebagainya, hari-hari selama 4 atau
5 bulan di muka itu sudah penuh dengan acara-acara undangan siang maupun
malam.
Seorang yang boleh dibilang bisa bicara mengenai segala hal,
bermacam-macam situasi dan kondisi. Berbicara tentang ilmiyah, tentang
kemasyarakatan, tentang keruwetan dan penderitaan, tentang suasana gembira,
tentang politik, tentang kepartaian, dan terutama tentang kampenye pemilu. Hal
itu dialami semenjak pemilu tahun 1955 dan tahun 1971. Pidato-pidatonya begitu
saja meluncur dari perbendaharaan otak dan hatinya, tanpa konsep dan tanpa teks.
Hadirin senatiasa merasa bahwa pidato-pidatonya senantiasa mengetengahkan
masalah-masalah yang baru, hampir tidak pernah mengulang pidato-pidatonya yang
pernah diberikan. Pidato-pidatonya dalam bahasa Indonesia maupun Arab sama
baiknya dengan pidato-pidatonya dalam bahasa Jawa.
Akhir-akhir ini sedang membiasakan
pidato dalam bahasa sunda dan Madura, karena semakin banyaknya undangan-undangan
dari daerah itu. Tadinya orang mengira, bahwa KH Bisyri Musthofa hanya sanggup
berbicara di forum desa dan paling-paling kota kabupaten. Akan tetapi dua kali
pidato di Mauludan di tempat kediaman KH Dr Idham Chalid yang dikunjungi selosin
menteri, jenderal dan diplomat, ternyata sukses dan hadirin “ketagihan” minta
lain kali KH Bisyri Musthofa didatangkan lagi!
Sudah direncanakan, bahwa
masa kampanye pemilu yang akan dimulai tanggal 24 Februari yang akan datang KH
Bisyri Musthofa akan memenuhi undangan-undangan. Selain di Jawa termasuk
ibukota, juga daerah-daerah di luar Jawa. Akan tetapi Allah SWT mentaqdirkan
lain. Wafatnya menjelang kampanye pemilu 1977 dirasakan sebagai suatu
musibah.
Namun, Imam dan Taqwa ini ridha akan segala qadha dan qadar
Ilahi. Antara harap dan cemas (roja’ wal khauf) yakin benar bahwa tiap musibah
mengandung hikmah, dan Allah SWT yang maha Tahu. Allahumma haawalaina wa
laa’alainaa!!!
Jama’ah di daerah-daerah telah banyak memiliki rekaman
pidato-pidato dan ceramah-ceramah KH Bisyri Musthofa. Sebagai seorang ulama dan
pengarang (muallif), beliau meninggalkan begitu banyak kitab-kitab karangan
serta terjemahan mengenai berbagai bidang, seperti Tafsir Al-Qur’an “Al Ibriz” 30 Juz,
terjemahan “Alfiyah Ibnu Malik” dan lain-lain termasuk pedoman studi
yang banyak sekali penggemarnya, baik di pesantren maupun kursus-kursus
pemuda.
Semoga wafat KH Bisyri Musthofa membangkitkan para mubaligh dan
angkatan muda untuk segara tampil, agar kepergiannya tidak menimbulkan
kekosongan dalam Amar Ma’ruf nahi Munkar dan Dakwah pada umumnya.